Jumat, 22 April 2011

point de vue




Film Indonesia itu keren—dengan kondisi sebagai berikut : tertulis rapi di dalam sebuah buku.

Saya sempat mengoleksi beberapa judul novel Indonesia based on movie. Dan sangat di luar ekspektasi. Di saat mata saya dimanjakan dengan kualitas film yang kata orang kacangan, saya justru sangat menikmati ketika karya visual itu diwujudkan secara verbal. Sangat berbeda. Kisah yang ada menjadi lebih dari sekedar film ABG dengan adegan mendayu-dayu.

yang lebih menarik daripada filmnya


Salah satu favorit saya adalah novel Brownies yang digubah oleh Fira Basuki pada tahun 2004, based on a movie script empat orang punggawa perfilman Indonesia, Hanung Bramantyo, Salman Aristo, Erik Sasono, dan Lina Nourmalina. Alasan saya membeli novel itu cukup sederhana, saya pernah hendak menonton film itu dengan seseorang, namun batal. Merasa memiliki ‘ikatan’ emosional, beberapa saat kemudian saya membeli novel itu. Banyak orang bilang film itu membosankan. Just another ordinary movie. Dan apa yang saya dapat? Saya jatuh cinta pada novel tersebut. Fira Basuki dengan lihainya meracik personifikasi multi perspektif dari tokoh utama :

Aku. Siapakah aku? Ya, aku adalah bahan dasar brownies istimewa. Aku adalah secret ingredient. Siapa yang membuat aku? Adalah yang membuat manusia juga. Tapi aku ini unik, bukan roh, bukan avatar, bukan spirit. Aku adalah tetesan cairan sang pembuat brownies. Wujudku cair, berupa keringat dan air mata. Keringat atau peluh kerja keras, yang diwujudkan atas nama cinta. Serta air mata yang mengalir, karena rasa cinta yang dalam.

Novel ini menginspirasi saya yang kala itu masih ABG, mulai mengetik kata demi kata novel ala saya, yang sampai sekarang tidak jelas arahnya karena saya bingung sendiri :p

Oke, disini saya tak akan mengulas apapun. Saya sekedar ingin berbagi.

Novel lain yang saya favoritkan gara-gara random quote-nya adalah Cinta Pertama dengan casts BCL dan BenJo. Kali ini yang menuliskannya ke dalam novel adalah Okke ‘Sepatumerah’. Ini nih, quote favorit saya,

Aku menjadi bermakna bukan ketika cinta menghampiriku,
Tapi aku merasa sudah bermakna sejak aku berharap cinta menghampiriku,
Karena apa yang lebih bermakna dalam hidup ini selain harapan?

Atau ini,

Setiap manusia memiliki ruang kosong di hatinya. Ketika seseorang datang dan kita berpikir bahwa dia mengisi ruang kosong itu, sebenarnya dia hanya berdiri di depan pintu dan menyamarkan ruang kosong tersebut.
Cukup menye-menye kan? Memang. Tapi saya terlanjur suka dengan permainan diksinya. Maka saya tak menyesal membelinya :)

Banyak hal, tampak lebih baik ketika kita bisa memandangnya dari perspektif berbeda. Ambil satu pikiran saja, dan piciklah saya. Terkadang hal-hal yang diklaim orang seperti huruf A, adalah tidak sekedar A. Tapi huruf A dengan garis tegas, ditorehkan dengan tinta semi samar-samar, dan bersudut tajam. Detailnya.


2 komentar:

  1. "Setiap manusia memiliki ruang kosong di hatinya. Ketika seseorang datang dan kita berpikir bahwa dia mengisi ruang kosong itu, sebenarnya dia hanya berdiri di depan pintu dan menyamarkan ruang kosong tersebut."

    bloody cool!!

    BalasHapus