Selasa, 31 Desember 2013

End. Of. Year :)



Selamat hari terakhir di penghujung tahun.

Tahun ini, adalah tahun rollercoaster buat saya. Tapi terlepas dari itu, hari ini adalah hari yang memiliki banyak makna. 

**

Dimulai dengan guyuran hujan yang amat deras dan intens sejak dini hari tadi, kami semua datang ke kantor dengan kuyup. Bagi marketing, kolektor, surveyor, arti hari ini adalah lebih dari sekedar tiupan terompet, ledakan petasan, warna warni kembang api, ataupun deretan keriuhan akhir tahun. Bagi mereka, akrti akhir tahun adalah pencapaian target yang berdarah-darah dan mengorbankan quality time bersama keluarga.

Saya tidak bersama mereka saat hujan mengguyur atau dimaki konsumen rese, at last. Namun ketika mereka mendapatkan pencapaian sebagai matapencaharian keluarga, entah kenapa ada seselip perasaan senang. Sama senangnya ketika ada display picture salah seorang rekan yang sedang berkumpul dengan seluruh stafnya, makan-makan sebagai bentuk apresiasi kinerja si staf-staf yang tahan banting. Bukan perkara dimana, seberapa mahal, seberapa mewah, namun apresiasi dan kepuasan setelah kerja keras yang terbayar.

Saya sama senangnya dengan mereka, karena saya tahu dengan pasti, ketika awal saya merekrut mereka, banyak dari mereka yang bak anak ingusan kemarin sore tidak tahu apa-apa tentang dunia lapangan atau dunia dibalik meja kantor.Semangat mereka yang luarbiasa, even kadang tetap saja ada keluhan di sana-sini sebagai pekerja, yang pada akhirnya menjadikan akhir tahun ini begitu bernilai :)

Dan pada akhirnya, malam ini, mungkin dengan guyuran hujan, mungkin dengan euforia masyarakat di kota ini, saya akan pulang ke rumah, bertemu dengan Ibu, dengan adik, dengan suami, dan merayakan pergantian tahun ini dengan sederhana namun kaya makna di dalam hati.

**

"Komponen tim yang baik : semangat, muka tembok, dan minim gengsi. Tidak selalu tentang harga diri dipasang mahal. Great job, you!"

status melodrama saya pagi ini di BB, bukan untuk suami saya, namun untuk rekan saya yang memasang display picture ia dan tim nya yang sedang merayakan pencapaian target.

Kenapa?

Karena pencapaian mereka di akhir tahun ini adalah kado bagi ketabahan hati mereka--para marketing--yang lebih sering mendapat penolakan :') every job is great job.




Sabtu, 28 Desember 2013

Ceiling Roof. Um?



Wanita hamil cenderung banyak malasnya. Phew.

Berusaha melawan argumen itu... namun kondisi tubuh suka berkonspirasi melawan niat *alibi* hahaha.
Tiap pagi saya berusaha bangun pagi, minimal mengimbangi si suami yang ngantor dari rumah sejak jam lima-an. Tidak memasak, tentu. Karena pertama, suami bukan morning person with breakfast. Kedua, kemampuan masak saya yang sebenarnya masih dalam level busuk diperparah dengan distorsi indera pengecapan yang lebih suka manis daripada asin dan kesulitan menakar rasa selama kehamilan ini. Plus, hidung saya bisa amat sangat sensitif membaui bau bawang dan penggorengan sehingga HUWEK!

Dan setelah itu, kembalilah saya menjadi work woman from eight to five.

"Bu, jangan naik turun tangga."
"Bu, jangan makan sembarangan."
"Bu, jangan naik motor."

Larangan dari si teman-teman kantor yang sebenarnya : mustahil. Naik turun tangga itu otomatis, sama otomatisnya dengan saya lebih memilih naik motor daripada angkot. Makan sembarangan... saya berharap bisa menemukan resep yang amat sangat praktis, mudah, enak, menarik yang bisa dimasak menjelang berangkat ke kantor. Euh! Kadang-kadang rindu Ibu, deh. Hehehe.

**

Ngomong-ngomong soal kerjaan, entah kemana hasrat saya untuk menjadi great achiever wanita kantoran, menurun drastis pasca seremonial. 

Mungkin, karena merasa jauh lebih secure dengan suami di sisi setiap hari.
Mungkin, karena merasa kehidupan di luar kantor lebih menyenangkan.

Mungkin.

Mengingat dulu sebelum menikah saya lebih suka menjadi ala ala workaholic lembur dan bergaul. Sekarang? Hmm... Sebenarnya siapa sih yang tak ingin menjadi wanita karir? Itu cita-cita saya, sejak dulu, sebenarnya. Namun setelah menikah memang ada beberapa value yang berubah. Ehm--atau sedikit bergeser. Pun, saya tetap menolak menjadi ibu rumah tangga full time. Bukan karena mau lari dari tanggungjawab, namun karena gambaran ibu rumah tangga full time jauh dari benak saya.

**

Ibu saya adalah gambaran ideal wanita karir + istri + ibu yang baik, yang menyeimbangkan antara karir dan keluarga sampai pensiun. Sekilas saya jadi ingat peran Tidak masalah dulu kami masuk daycare atau pre-school, toh tetap di malam hari dan hari libur Ibu selalu mengajarkan cara membaca, menulis, bercerita. Memasak untuk sarapan anak-anaknya sebelum kami bersekolah, menjemput kami jika tidak dalam kondisi yang sangat riweuh di kantor. Terkadang, Ibu membawa saya ke kantor setelah dijemput dari TK. Dan saya sangat menyukainya karena teman-teman Ibu sangat baik, sampai sekarang. Dan mungkin itu alasan saya sangat menyukai atmosfir kantor ketika stres. Agak aneh sih, memang. Saya tidak pernah merasa kehilangan Ibu meski Ibu bekerja full time. Saya tetap dekat dengan Ibu hingga sejauh ini. 

Itu bedanya jika bekerja di swasta dan negeri.

**

Ketika kamu bekerja sebagai pegawai swasta, butuh effort luarbiasa untuk bisa menormalkan semuanya dalam satu garis lurus. Keluarga dan karir. Karena orientasinya jelas kepada profit dan bukan tentang abdi masyarakat. Kata teman saya,

"Company sucks your blood til the rest of your life."

Jadi ketika semangat kerja, keinginan bersaing, inovasi itu hilang atau meluntur, itu cukup menjadi lampu hijau untuk peredupan karir. Dan saya sedang berada di fase ini. Keinginan berkarir masih sama, namun dalam kondisi stagnan. Dan itu sungguh berbahaya karena saya merasa tidak kreatif dan berguna secara fungsi kontrbusi.

Hmmm... guess is it a dilemma?






Kamis, 26 Desember 2013

It's just about paradigm

I'm pregnant.


Well, hal yang aneh, menyenangkan, deg-degan macam gado-gado. Mendapati di dalam perut sedang berproses sebuah nyawa :')

Samasekali tak ingin membahas bagaimana rasanya mual, meriang, ngidam, atau gejala fisik-psikologis yang sedang menjamah badan akhir-akhir ini, hanya ingin sedikit berkicau tentang paradigma seorang 'calon-ibu'.

**

"Aku nggak kebayang kamu menggendong anak."
"Saya kok nggak kebayang Ibu hamil besar, Bu."

Ng. Entah deh ini pujian atau sindiran. Namun, pada titik ini, yang ada di otak saya adalah : whatever.

Saya memang bukan tipe ibu rumah tangga yang amat sangat well groomed dalam menangani masalah rumah, 
Masak? Suami saya mungkin lebih jago.
Beberes rumah? Well, ada suatu titik dimana saya mood dan saya pastikan rumah well-cleaned
Mengurus uang? Lebih menyenangkan making money sih, memang. Tee-hee.

Tapi, apakah saya melarikan diri dari tugas utama sebagai seorang wanita? Dengan suami dan calon anak-dalam kandungan? Tentu tidak.

Saya mungkin buruk dalam navigasi, pengaturan keuangan, sruntal-sruntul ketika berjalan, dan kurang well-organized. Tapi, ada satu titik saya akan berubah. Entah kondisi mana yang akan membalikkan saya. But, well... pasti ada masanya.

Tuhan selalu punya cara misterius dalam setiap rencananya. Termasuk kehamilan saya. Mungkin, banyak kawan di luar sana yang merasa lebih well prepared secara attitude, manner, ataupun finansial, namun belum 'diberi' kesempatan itu. Apakah kehamilan ini adalah cara Tuhan 'mengatur' saya untuk lebih benar menjadi seorang istri dan ibu? Maybe.

Dan sampai kini, saya masih bisa kebal dengan pandangan-candaan-perkataan : kamu belum pantas jadi Ibu, deh

Siapapun bebas menilai kok :)

dan... ngomong-ngomong tentang kebebasan menilai, setiap orang bisa sangat keibuan atau bisa sangat berantakan secara tampilan, namun... apakah hal serupa tampilan dan perasaan itukah yang mutlak membentuk seorang anak di kemudian hari? Apakah ada hubungan teramat khusus bahwa calon-ibu-dengan-tampilan-buruk-yang-srudak-sruduk-terkesannya (seperti dugaan sekilas orang-orang terhadap saya. Hehehe.) tak akan bisa membesarkan seorang anak dengan baik? Berantakan bukan berarti tidak peduli, kok.

*ups

So, it's just about paradigm. And, maybe I'm in a swing mood phase *paleface* :pp Arrghh, masih setengah jam lagi sebelum jam pulang dan ingin muntah parahhhh...



taken from here




Selasa, 17 Desember 2013

I love Javanese culture. Damn I don't know why?


Dan judul diataslah yang membuat saya niat-nekat-hajar menikah dengan adat jawa 80% full adat. Capek-pegel-pusing-prithilan banyak, tapi justru itu efek puasnya...




 
prosesi after akad. Lega - Akad


si Bapak yang mendadak alay. Zzzz - Midodareni


takin my lovely family for one pic at last - Akad


Rias Paes Ageng. FULL! Yang begitu dipengeni sejak masih SD. Yay! Dan cukup 1 kali saja karena tata galaksi konde yang sangat berat dan aseli bikin pusing - after Panggih


sangat. sangat. sangat. suka scene ini :") - Sungkeman


another funny scene :p - Sungkeman


random pic saat prosesi siraman. Kenapa tidak ada yang warning kalau bahkan jam 3 sore, matahari bersinar, rasa dingin ketika satu per satu perwakilan keluarga menyiram adalah tetap SEMBRIBIT, eh?? - Siraman



Tantangan sebenarnya bukan saat wedding ceremony, sebenarnya. Namun setelah itu. Menjalani rutinitas sehari-hari, ditambah seseorang yang sama akan dilihat pertama dan terakhir membuka-menutup mata setiap saat, berpadu mood masing-masing... tidak selalu dalam kondisi baik-bahagia-senang-gembira-kenyang-tertawa, kan? Dan menyeimbangkan happiness and sorrow itulah yang bukan perkara sulap-menyulap.



So, I... I just wanna say so sorry for all mistakes, swing moods, 
or anything stupidities left day by day. 
Love you, til the end of time :")
Yes, I do









Senin, 09 Desember 2013

Careless inside and out !




Bosan akut.

Krisis akhir tahun beneran ini namanya. 

Mainannya deadline, meeting marathon, nego satu kebijakan demi kebijakan lain. Need a lil bit careless.
Tapi jelas-jelas nggak mungkin :p

Kudu mulai mainan blog lagi sebentar lagi ini mah...