Saya tak bisa lupa beberapa teman yang tahu-tahu datang dan curhat pada saya, sambil berkata (well, sebagian besar memang kaum adam :p),
“Aku bener-bener nggak betah sama dia. Dia tu kekanak-kanakan banget. Dikit-dikit minta putus. Dikit-dikit putus…”
“Gertak sambel aja, mungkin…” sahut saya sambil tersenyum-senyum simpul.
Sejauh ini, tak ada yang salah dengan keluhan mereka, para adam. Masalahnya adalah, mereka berkata seperti itu tentang kekasih mereka, yang notabene memang berada beberapa tahun di bawah mereka. Dalam postingan sebelumnya, saya sempat menyinggung tentang rumus matematika. Bagaimana bisa, sih, rumus matematika dijadikan solusi untuk gap distance?
Ini, adalah teori saya, hasil riset (halah) dari beberapa pasangan yang mengusik jam biologis saya untuk ngaso. Begini, diandaikan saja A adalah pria, dan B adalah wanita. Dengan jarak sekian tahun. Katakanlah perkembangan emosi disini sebagai C.
Dalam bahasa matematika sederhana, A memiliki kecepatan perkembangan emosi dan kedewasaan Ca, sedangkan B memiliki kecepatan emosi dan kedewasaan Cb. Mereka sama-sama bergerak untuk mencapai tujuan yang sama, satu visi dan misi, anggap saja titik Z.
Pertanyaan : (bisa jadi) berapa lama waktu yang diperlukan A dan B untuk mencapai titik yang sama, yaitu titik Z?
Saya yakin, Anda yang jago matematika pasti mampu menjawab soal cerita tersebut saat ujian akhir :p
Nah, untuk mencapai titik Z, tidak bisa sekedar satu bulan, dua bulan, setahun… kecepatan perkembangan emosi dan kedewasaan seseorang sifatnya relatif, diperlukan cara, niat, dan waktu yang berbeda. Ya, waktu. Secara sederhana, ketika Anda berkata bahwa pasangan yang usianya jauh itu tidak cocok bagi Anda karena dia kekanak-kanakan, coba dilihat lagi. Pada usia berapa Anda memutuskan menjalin hubungan dengannya? Dan berapa usianya pada saat itu?
Memang benar, usia tak akan menjadi masalah. Banyak kok, yang sukses menjalin hubungan lintas generasi, dengan berbagai motif. Tapi ketika berada dalam satu garis rentang kehidupan yang sama-sama pada titik ‘labil’ (entah baru melepas masa transisi kuliah-bekerja, entah transisi SMA-kuliah), friksi yang ditimbulkan pun semakin hebat. Sekali lagi, itu hasil observasi dan riset kecil saya loh…
Coba begini. Saat ini bisa jadi kita merasa muak, kesal, sebal gara-gara si pacar benar-benar kekanak-kanakan sementara kita sibuk membanting tulang. Tapi apakah pacar kita selalu seperti itu? Bisa jadi lingkungan lah yang membentuknya menjadi lebih manja :p
Tentu hal yang berbeda, ketika ia sudah berbalut blazer Zara, tas Prada, stiletto sekian senti… beberapa tahun kemudian. Sementara Anda, yang katanya dewasa… tengah sibuk mengebor minyak di lepas pantai, kulit hitam legam, bertambah gemuk bak preman pasar. Hehe. Sekedar analogi saja. So, diperlukan kesabaran jika Anda memang ingin menjalin hubungan dengan seseorang yang beberapa tahun di bawah Anda. Quick trip (but long wait): tunggu saja beberapa tahun lagi. Cheerios!
*posting ini, menyambung posting sebelumnya, saya dedikasikan untuk teman, sahabat saya , yang sedang galau dengan perbedaan usia… Enjoy, mate! :)