Rabu, 09 Maret 2011

First, do not harm




Ngomong-ngomong kredo favorit saya, First do not harm. Saya mendapatkan kalimat favorit saya itu pertama kali dari salah satu metropop (whatever it called lah) lokal, judulnya Divortiare. Kredo itu, dalam bidang kedokteran, adalah sebuah konsistensi dan tanggungjawab yang harus dilakukan. Setidaknya itulah yang saya tangkap. Bagaimana harus mengutamakan pasien, dan harus mendadak pergi saat 1st anniversary gara-gara ada anak yang harus dioperasi kurang dari tigapuluh menit, even it's in your precious time with your fam…. But you choose it.
 
Buku itu (I mean it, Divortiare), cukup membuat saya merinding disko, terharu (hmm, saya memang orang yang gampang sekali terharu), dan menimbulkan ketakutan tak beralasan demi memiliki pasangan super duper sibuk kelak (sampai pada saat itu—ketika membaca—saya melupakan fakta bahwa saya juga ingin menyibukkan diri sesibuk-sibuknya). Salah satu scene bantah-bantahan dalam Divortiare yang terekam di otak saya adalah ketika Beno (as a hotshot doctor with admirable qualities—of course—and also a  husband) mendapat urgent calling dari RS. Hal itu, sukses menyulut emosi Lexa (as a professional banker, and a wife­-but-dynamic-career-woman-instead),

“You know what that oath is supposed to sound, Ben? First, do not harm. Harm your wife, but do not harm your patients,”

Telak.

“Do not insult my profession,”

Dan mereka bercerai (setelah berjuta alasan yang terkadang tampak klise—tak bisa memahami kesibukan masing-masing)… Tuhannnnnn.

Tak bisa membayangkan jika saya benar-benar memiliki seseorang yang berprofesi sebagai dokter. That sounds fun, huh? Maybe yes, maybe no. Hmm… kelak, ketika uang tidak lagi menjadi hal utama yang dicari orang, hal pertama yang terkadang harus dibayar mahal adalah waktu. Oke, ada yang menyebut kebahagiaan. Tapi bagaimana kebahagiaan bisa diraih tanpa ada waktu yang diluangkan, meski sebentar? Semua hal yang bisa kita sebut, baik hati, perhatian, peduli, penyayang… tak akan ada artinya tanpa rangkuman waktu. Waktulah, yang membentuk semuanya menjadi satu. Ketika jarak menjadi masalah, maka teknologi adalah jawaban. Sekedar membalas SMS, atau menanggapi BUZZ, atau mendengarkan lima menit di telepon. Semua itu waktu, perlu waktu. Dan tetap saja, semua perlu kompromi..  So… first, do not harm. And we won’t get any insults instead of our profession. Just remember, we need two people to tango.



one of my favbook. so metropop, but I love it. Must-read-book


"Do you know when you need to compartmentalize your life? Selalu ada lebih dari satu kehidupan yang bisa kita miliki sampai kita menutup mata untuk selamanya, ... to name a few. Dan mungkin memang sebaiknya kita punya lebih dari satu. Because then, if one life fails, we still have have the other."
-Ika Natasha, Divortiare-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar