Rabu, 16 Maret 2011

Oopss… No BB Mom, just tomatoes, please!


Klontang.
Sendok melamin oranye favorit Chila beradu dendang dengan lantai. Ia melirik takut-takut ke arah Bunda yang asyik mengetik cantik, mengetukkan jemari lentik di atas board laptop. 
Fiuhhh… berjingkat, anak manis berpita lucu yang baruuuu saja menapak bangku sekolah dasar itu memungut sendok melaminnya, perlahan meletakkannya di atas meja, lalu kembali ke kamarnya di lantai atas. Mengendap-endap, tanpa suara. Karena Bunda tampak begitu khidmat. Tapi toh, Bunda memang jarang bisa mengalihkan pandangan dari laptopnya ketika sudah mulai mengetik. Tak-tik-tuk-tak-tik-tuk… jadi deh, Chila cuma bisa bermain dengan Bi Imah di dapur atau di kebun, itu kalau si Bibi nggak sibuk lihat infotainment loh ya!
Eitss… jangan salah. Boleh dong dia baru kelas satu. Membaca saja masih dieja be-a-ba-je-u-ju, be-u-bu-de-i-di, tapi Chila punya obsesi jadi orang terkenal. Sssttt… orang terkenal mirip kakak cantik bernama Cinta Laura, yang sangat lucu kalau sudah bilang ‘Aduhh betjek, nggak ada odjekkk.’ Hihihi. Chila juga hobi nonton infotainment loh. Gara-gara Bi Imah yang nggak bisa absen dari jadwal infotainment setelah kelar beberes rumah, memasak, dan menjemput Chila. Hmm…Ssstt (lagi), akhir-akhir ini Chila punya hobi baru. ‘Bertapa’ di sudut baby pink room-nya. Ngapain??

*** 
Jujur deh, ini semua gara-gara ulah Ayah. Akhir-akhir ini Ayah sering menginvestasikan, umm… apa yang disebutnya sebagai celah masa depan. Bunda suka geli sendiri mendengar kalimat ‘celah masa depan’, kesannya kok jadi mirip peraduan di dalam gua ala Spongebob dan Patrick Star yang terjebak sebagai manusia purba. Baru-baru ini Ayah membeli Ipad, gara-gara rayuan mas-mas penjaga pameran computer. Ipad!! Entah apa urgensinya. 
Tak heran. Ayah memang bekerja di salah satu perusahaan berbasis teknologi. Hal itu cukup membantu Chila sedari kecil untuk memahami bahwa, technology simplify her life. Bangun tidur, ada derak jam digital yang berpendar dalam gelap. Setelah itu, KLIK. Menyalakan lampu, byar-byur-byar mandi. Kemudian turun, menjumpai Bunda yang sibuk mengatur nasi goreng di atas meja, tentunya setelah dimasak… dengan kompor. Gotcha! Teknologi. Dan ketika Chila terlambat pulang, maka Bunda sibuk dan panik menghubungi Ayah via pesan teks dan telepon. Teknologi. Teknologi memanjakan kita. Sangat memanjakan. Ayah ingin anaknya bekerja di bidang teknologi kelak. Entah jadi CEO, software developer, milyuner macam Bill Gates…atau apapun… pokoknya yang membuatnya selangkah labih dekat dengan teknologi. Titik. Yah… Ayah adalah korban terknologi. Di kamarnya, ruang kerjanya, dimanapun Ayah berada pasti ada lilitan teknologi. Sama sih, Bunda juga. Tapi Ayah lebih parah. Kali ini, Ipad…

***
“Chila kenapa ya Yah? Kok akhir-akhir ini jarang cerita-cerita… “ Bunda mengupas kulit apel sambil setengah berpikir. Akhir-akhir ini Bunda sedang break dari aktivitas jurnalisnya, jadi dia bisa off dan fokus pada keluarga. Ayah—hmm… parah deh. Tangannya tak bisa lepas dari gadget barunya. Si Ipad. Lama-lama si Ipad jadi anak kedua Ayah dan Bunda tuh. Namanya jadi Ipadio Perdana. Duhh…
Tuu kan benar. Ditanya Bunda, ehhh Ayah malah diam saja. Belum tau rasanya dicubit perutnya sih. Tapi, nampaknya Ayah sadar deh, terbukti ia langsung meletakkan Ipad nya dan menatap Bunda. 
“Ehm—mungkin Chila lagi sibuk belajar, Bunda… bagus kan??” kata Ayah coba menenangkan. 
“Hmm…” Bunda bergumam tak jelas. Takut putri semata wayangnya kenapa-kenapa.

***
“Chila, ulangtahun mau kado apa?” 
Siang itu cukup terik. Bersama Chila, Bunda memilih untuk menghindar sesaat dari sengatan matahari di kepala. Mampir di Häagen-Dasz, macadamia nut buat Bunda, dan chocolate peanut butter buat Chila. Sudah belepotan kemana-mana saja tuh es krim, sampai Bunda sibuk mengelap pipi dan baju Chila. Kemarin Bunda sedikit memperbincangkan ulangtahun Chila yang ke tujuh, lengkap dengan pesta istimewa (maklum , masih kecil, masih anak pertama, dan masih terlibat euphoria pasangan muda). 
“Mmm… tomat.”
Bunda nyaris tersedak. Putri mungilnya, minta dikado tomat?? Yang bulat, ranum, merah, mengkilap??
“Tomat… Chila?” hati-hati Bunda mengulang kata-kata Chila.
Chila mengangguk-angguk cuek. Kakinya sibuk terayun kesana-kemari. Tak peduli, ibunya mengernyit dalam-dalam demi permintaan tomat.

***
“Masak tomat sih, Yah??” Bunda geleng-geleng kepala.
Si Ayah—yahh… tetap sibuk dengan Ipad barunya. Lebih mirip orang autis sebenarnya @.@
“Padahal kan bisa saja Chila minta boneka, minta sepatu baru, bahkan minta Blackberry deh… ini kok, tomat…”
Nah, mendengar kata Blackberry, Ayah baru bereaksi.
“Wah. Iya tu Bun. Blackberry. Sekalian Chila latihan menulis-membaca alphabet. “ Uhh, si Ayah ngaco. Yang ada bukan ‘menulis’. Tapi ‘mengetik’. Sangat-sangat mengkontaminasi pembelajaan motorik bocah.
“ … “

***
Hari ini, genap Chila berusia tujuh tahun.
Sesorean ini Bunda tampak sibuk kesana-kemari. Beberes dapur, belanja-belanji, cari pernak-pernik, perlengkapan pesta, gaun mungil warna pink dengan tutu dan pita-pita imut untuk Chila… Semua! Semua harus serba sempurna. Karena kali ini Bunda mengundang teman sekelas Chila dan teman-teman arisannya untuk merayakan pertambahan usia Chila. Jadi semua harus beres dan sempurna. Malu doong, kalau nanti tamu kecewa, apalagi jadi perbincangan pas arisan. Hmm… heran deh. Sebenarnya yang ulangtahun Chila atau Bunda, sih?
Nah, sampai pada sesi tiup lilin-potong kue.
“Panjang umurnya, panjang umurnya, setamuliaaaaa…”
HUUUUFFFSSSS
Chila kuat-kuat meniup lilin. Dan seketika sekeliling ruangan menjadi penuh tepuk tangan dan sorak-sorai. Ayah sibuk mengabadikan acara itu melalui handycam-nya.
Sementara semua anak sedang berlarian dan para ibu mengobrol, Chila diapit Ayah dan Bunda membuka hadiah satu per satu. Yang besar saja dulu. Hehehe.
“Boneka!”
“Buku dongeng!”
“Barbie!”
“Bantal!”
Chila mengabsen satu persatu hadiahnya.
Hingga kemudian Ayah menghilang sesaat, dan menyembunyikan sesuatu di belakang punggungnya.
“Itu apa Ayah?” seru Chila riang.
Ayah tampak sangat bersemangat. Ia langsung memberikan sebuah kotak biru muda berpita cantik.
“Buka dong Chila…”
Tanpa ba-bi-bu Chila langsung membuka hadiahnya. Sobek sana-sobek sini, buka sana-buka sini…sampai…
Ayah menahan napas, Bunda juga. Entah kenapa.
Dan…
Loh loh, ekspresi Chila kok sedemikian datar? Ia meletakkan kado dari Ayah-Bunda, Blackberry (rupanya Bunda termakan rayuan Ayah untuk memberi Chila kado berupa Blackberry) di sisi sofa, dan kembali mengabsen hadiah lain.
“Pot bunga!” jerit Chila sambil mengangkat tinggi-tinggi pot bunga plastik lengkap dengan miniature bunga matahari yang bisa bergoyang-goyang, itu loh, hiasan dashboard mobil yang harganya cuma dua puluh lima ribu sebuah. Lalu Chila membawa pot itu ke sudut ruangan, membaur dengan anak-anak lain sambil berceloteh riang. Meninggalkan Ayah dan Bunda yang melongo. Mengalahkan sekian juta demi dua puluh lima ribu…

*** 
Berjingkat-jingkat Bunda masuk ke kamar Chila. Kamar itu tampak berantakan, oleh boneka dan hadiah lain. Sementara Chila sudah tertidur pulas. Tampaknya kelelahan. Bunda tersenyum simpul. Ia mencium pipi putrinya dan membenarkan letak selimut Madagascar Chila. Hampir saja Bunda keluar ruangan ketika ia melihat gambar semrawut Chila tergeletak di bawah pot bunga plastic yang menjadi favorit Chila. Bunda tertegun. Gambar itu lugu, sederhana, dan sangat tidak artistic. Tampak jelas ia berusaha keras menyambung garis demi garis untuk membentuk… sesuatu yang tampak seperti sosok petani. Dibawah gambar itu ada deretan huruf mungil unproporsional.

Chila – petani tomat

Tulisan Chila.
***

“Kenapa Bun?”
“Seharusnya kita memberi Chila bibit tomat, Yah.”
“ … “
“Bun, kayaknya kamu capek, deh.”
“ … “
“Yah, tahu nggak? Kayaknya kita kecanduan teknologi deh… “
“Loh?”
“Nggak semua hal bisa kita selesaikan hanya dengan sekali ketik, sekali sentuh, sekali gesek… Ada hal-hal tertentu yang sangat mendasar, yang membuat kita lupa. Membuat kita berjarak. Alam. Kita melupakannya… “
    





  Thanks to Chila


5 komentar:

  1. suwerr...aq jadi penggemarmu neh. Cerpennya manteb banget.
    tapi maaf, kalo seukuran anak-anak umur3-10 th apa ga ketinggian itu cerita ya...

    BalasHapus
  2. :) saya juga berpikir gitu. so, sekedar kepuasan pribadi saja... thanks sudah berkunjung :)

    BalasHapus
  3. asyik, nih. Btw, kenapa tomat ya? bukan cabe yang lagi mahal, gitu..? hehehe...Tapi, aku juga suka menulis soal tomat, meski itu karena keprihatinan pada petani tomat yang hasil panennya di hargai terlalu murah.

    BalasHapus
  4. hmmm idenya lumayan unik juga
    thanks for participating

    BalasHapus