Kamis, 19 Juli 2012

Sepotong Senja Berwarna Kelabu


Dari dulu, aku selalu suka memilih senja. Memilih ingin seperti apakah senjaku dimulai dan kuakhiri. Ada warna merah, biru, hitam, dan abu-abu, seperti pelangi. Mirip permen coklat merk asing yang suka kau kulum tiap pagi.

Hm.

Senja ini aku ingin mewarnainya sedikit abu-abu. Tidak bisa berbunga seperti kamboja ataupun tajam seperti kaktus. Urusan kecil manik-manik ini kadang memang pelik. Ditambah hujan. Ah, rasa-rasanya aku butuh secangkir teh nasgitel. Dan sepotong tempe garit panas gurih. Dan sofa yang lebih empuk dan ergonomis. Dan kamu.

Urip kuwi sawang-sinawang. Naik dan turun seperti roller-coaster di taman bermain tempo hari. Ingat, saat dimana aku mencurangi waktu dengan menghilang bersamamu? Sekian jam yang bermakna ganda. Oh tidak. Bukan ganda. Namun berjuta kali lebih berharga. Jika ada kamu.

Kali ini senjaku semi kelabu. Bukan ungu ataupun biru. Tapi kelabu. Bolehkah aku pinjam spidol yang selalu kau simpan diantara tumpukan manga, sekedar menghindari ulahku yang selalu suka membuat coretan dimana-mana? Senja ku kali ini menyiksa. Memaksa untuk tetap tak berkutik, terusik. Dengan spidol itu akan kuwarnai senja menjadi biru. Biru yang tenang dan damai.

"Hei, senja kan jingga!"

tegurmu tempo hari.

Senja ini milik siapapun. Senja dijual bebas, tak terbatas. Aku membelinya di suatu hari. Ketika langkahku terayun ringan disisimu. Ditemani sepotong es goyang berlumur cokelat kacang. Belepotan disana-sini. Hingga terhenti di sebuah ayunan yang cat nya terkelupas separuh. Seketika dengan jahilnya mata tertutup oleh dua buah tapak tangan.

"Aduhh... aku tak bisa melihat!"

rengekan yang kau balas dengan tawa riang seperti anak lima tahun yang bahagia mendapat mobil mainan pertamanya.

"Ssst. Aku mau memberimu sesuatu."
"Apa itu?" wah, aku jadi ikut berbisik.
"Tunggu."

Sedetik-dua detik yang menjadi seabad.

"Silakan."

Aku tak melihat apapun, selain senja yang jingga. Sedikit meredup dimakan malam sekaligus cemerlang.

"Senja..."
"Gratis buatmu. Kau bisa mewarnainya sesuka hati."
"Senja itu jingga."
"Jika kau berpendapat itu kelabu pun, merah pun. Itu tetap akan menjadi kelabu, merah."

Aku diam. Dia diam. Sepotong es goyang sudah lumer menyelimuti tanah.

***

Senja ku. Kali ini tetap akan kelabu, sekalipun ini jingga. Tanpamu. Maka aku ingin meminjam spidolmu, untuk mewarnainya menjadi biru. Aku bisa, dengan atau tanpamu. Sampai kamu menemani di ayunan yang cat nya terkelupas, seperti tempo dulu.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar