Hottie Sunday.
Well, ini adalah akhir dari weekend yang selalu saya tunggu dan (berharap) ingin saya extend *ngarep* untuk penghabisan sisa seminggu yang penat.
Masker bengkoang, buku Kim Kiyosaki, Adele, cemilan Indomar*t, dan coret-coretan di notes, adalah pengalih rutinitas.
***
Hottie Sunday.
Ada beberapa karyawan baru yang saya rekrut. Selama seminggu kedepan saya berperan sebagai ibu yang mendidik dan membantu mereka beradaptasi dengan situasi kerja. Mengenalkan masing-masing fungsi tiap bagian, memperkenalkan A-Z PIC di kantor, termasuk hal-hal remeh yang berkaitan dengan administratif mereka.
Tiba-tiba saya ingat ucapan saya kemarin saat sesi training. Ceritanya ini adalah penutup sesi seharian tersebut.
"Jujur, saya tidak tahu pada akhirnya saya ataupun anda akan berakhir kemana dan dimana. Apakah berakhir di perusahaan ini, ataupun tempat lain. Apakah stuck di satu tempat, atau kembali melangkah.
"Dan kalau boleh saya menyampaikan, dimanapun anda. Disini, ataupun di tempat lain, sekarang atau kapanpun, cintailah dulu pekerjaan anda, bukan perusahaan anda. Bukannya saya mendorong anda untuk tidak loyal. Anda justru harus loyal. Hanya saja, timbulkan loyalitas itu dari perasaan cinta terhadap pekerjaan anda. Dan loyalitas yang mendasari cinta terhadap perusahaan itu akan muncul dengan sendirinya."
Kalau saya sampai ketahuan pimpinan cabang, bisa-bisa saya kena tegur gara-gara berucap semacam itu. Tapi entah kenapa, saya merasa penting untuk mengangkat hal tersebut.
Mereka--demi mendengar saya berbicara, entah bosan, mengantuk, atau alasan apapun, mungkin hanya sekedar mengangguk. Tak masalah. Apa yang saya sampaikan, bisa jadi adalah proyeksi diri untuk memberikan spirit booster pribadi. Memandang mereka--anggaplah saya cukup melodrama ya--seakan memandang diri saya sendiri. Apa, sih, yang kita cari dalam hidup? Selain harapan yang coba kita jadikan kenyataan?
Saya merasa seperti seorang ibu yang baru saja memiliki anak-anak baru, yang harus saya asuh dan didik. Dan tak tahu sampai kapan mereka akan menganggap saya sebagai 'ibu' mereka. Pekerjaan ini berharga. Berharga bagi diri saya.
I love my job, not my company. Probably.
Menyaksikan mereka bertumbuh dan akhirnya 'dewasa'. Tak memerlukan saya lagi sebagai 'ibu' mereka :) Bukan sekali dua kali saya mendengar rekan seprofesi berkata,
"Kalau karyawan rekrutan kita bagus, mana pernah kita dipuji. Tapi kalau jelek atau bermasalah, pasti kita disebut-sebut..."
Hei, hidup memang tidak semudah apa yang dikatakan Mario Teguh, kan.
Menyambung post saya sebelumnya, bukan hal yang mudah untuk membentuk seseorang. Dengan budaya yang baru samasekali, proses adaptasi yang bukan sehari-dua hari. Apakah mereka akan menjadi presiden atau penjahat, kita memang tak tahu hasil akhirnya. Namun setidaknya saya telah mengatakan ini sejak awal pada mereka. Cintai dulu profesimu, bukan perusahaannya. Ini seperti mantra antiklimaks memang. Tapi logis kalau saya pikir. Mana pernah kita tahu seberapa penting diri kita dibutuhkan di perusahaan. Sampai kapan? Perusahaan membutuhkan posisi kita. Tentang siapapun yang ada disana, adalah soal kedua. Tapi yang namanya passion tak akan pernah padam. Mau dimanapun kita bekerja, selama itu sudah sesuai dengan passion kita, relevan dengan job kita. Let it do the rest.
Sesi training pun berakhir, hanya satu lagi tambahan saya pada mereka semua, si anak baru.
"Saya mungkin bukan seseorang yang memiliki semua jawaban atas pertanyaan anda, ataupun Doraemon dengan kantong ajaibnya, namun saya akan membantu anda semaksimal mungkin yang dapat saya usahakan."
I love my job, not my company. But it grow deeper day by day. It's not about creating comfort zone for me. I just passionating my job in my life. At least, I'm trying.
***
Hottie Sunday.
Snack saya hampir habis, seiring Adele yang terus terngiang di kepala. Membuat sesi melamun-merenung ini hampir berakhir. Besok adalah Senin, hari dimana saya akan memulai perjuangan awal selama seminggu. Dan ya, ngomong-ngomong, Adele adalah partner melamun yang luarbiasa.
SOmeone like youuu yuyu uuuuu...
BalasHapus