Macet dua jam, sebenarnya cukup untuk membuat saya terkapar malam ini. Dan mendadak teringat sesuatu, dan disinilah saya, detik ini, mengetik apapun ini.
Saya akui, saya bisa menjadi workaholic. Kecanduan. Tiap malam, bahkan sebelum mata bisa seratus persen terpejam, episode demi episode pekerjaan dan se-gaban masalah itu semua menggumpal jadi satu. Dan mengendap. Saya lupa, kalau saya adalah sebuah gelas. Gelas yang tiap hari diisi oleh endapan lumpur : masalah, inputan, info baru. Dan saya lupa membuangnya, lupa mengalirkannya. Akibatnya? Gelas saya penuh. Pikiran saya overload. Masalah membuncah. Stres bertumpuk.
Septin, kamu tidak mengalirkan gelasmu. Kamu tidak mencoba menampung, atau membuang, atau meminum gelas yang penuh itu.
Hmm... saya lupa. Menjadi workaholic tidak menjadikan ataupun memberikan apapun. Lupa bersyukur. Lupa berbagi. Tidak secara nominal, namun secara batin.
***
Obrolan sore ini menyentak saya,
"Office boy sama sekuriti kita itu... polos dan lugu ya." seseorang nyeletuk.
Mendadak kok saya seperti disadarkan. Langsung mulut itu gatal dan menyahut,
"Mereka polos. Hidup mereka nothing to lose. Mereka hidup, untuk hari ini."
Hanya untuk hari ini.
Hari ini makan apa? Bagaimana ongkos pulang?
Oh well, let it be. Legowo yang mengambilalih. Apa yang terjadi, terjadilah hari ini. Ketakutan akan masa depan pasti ada. Tapi tidak berlebih, seperti saya.
Pendidikan, materi, kehidupan, pengalaman... saya lebih beruntung dari mereka. Saya bahkan bisa menyusun sederet visi, misi, prioritas, baik lewat analisis SWOT ataupun fishbone. Tapi apa? Hidup saya sebatas untuk masa depan. Tidak salah, kok. Tapi saya melupakan masa kini. Sekarang. Ketika saya lebih mementingkan :
Hari ini makan apa? Bagaimana ongkos pulang?
Oh well, let it be. Legowo yang mengambilalih. Apa yang terjadi, terjadilah hari ini. Ketakutan akan masa depan pasti ada. Tapi tidak berlebih, seperti saya.
Pendidikan, materi, kehidupan, pengalaman... saya lebih beruntung dari mereka. Saya bahkan bisa menyusun sederet visi, misi, prioritas, baik lewat analisis SWOT ataupun fishbone. Tapi apa? Hidup saya sebatas untuk masa depan. Tidak salah, kok. Tapi saya melupakan masa kini. Sekarang. Ketika saya lebih mementingkan :
Bagaimana besok?
Apakah besok semua akan baik-baik saja?
BESOK. BESOK. BESOK.
Hari ini?
Padahal besok dituai dari hari ini.
***
Hari ini adalah hari sederhana. Satu dari ribuan hari lainnya. Dan saya, kembali diingatkan.
Now is PRESENT. Grab today as a PRESENT. Future? Let it takes a lead, LATER.
Hadiah terbaik yang Tuhan berikan tiap harinya adalah hari ini. Now is present from God.