Ini gila. Benar-benar kegilaan yang kurang jelas juntrungannya. Dalam 90 hari, dia sukses mengubah semua. Semua. Termasuk batas antara perasaan dan logika.
***
"Seberapa bisa kamu percaya dengan saya?"
Aku diam. Entah harus menjawab apa. Masih hitungan minggu, dan langsung ditodong dengan pertanyaan macam itu.
"Yang pasti belum seratus persen, Pak. Saya perlu waktu.'
Dia tersenyum simpul.
***
Siang ini, obrolan makan siang kesekian kalinya. Antara aku dan dia. Dengan topik yang sebenarnya memuakkan bagiku. Pekerjaan. Tapi aku ikut arus, tiap saat karenanya. Tak peduli meski ini dianggap sebagai alibi. Aku sadar diri.
"Kamu tau? Dari segala hal yang sempat kamu pertanyakan pada saya, ada satu hal yang harus kamu tau."
Dahiku mengernyit. Mencerna.
"Seperti apa, Pak?"
"Hmm..."
Telingaku seakan menjadi kebas. Kebas oleh suara dari luar. Kebisingan tamu-tamu kelaparan. Denting garpu ataupun piring teradu. Semua mendadak bisu. Dalam imaji. Yang tersisa? Hanya suaranya.
"Kelak kamu akan paham. Bagi saya, berjalan dengan satu kaki jauh lebih baik daripada dengan dua kaki namun penuh duri."
Aku terpaku. Pada piringku yang masih setengah isi. Pada gelas di hadapanku yang minta dibelai. Pola pikirnya, cara pandangnya.
Hm, nampaknya malam ini aku harus menenggak aspirin banyak-banyak.
Hm, nampaknya malam ini aku harus menenggak aspirin banyak-banyak.
***
"Kamu dari mana saja? Saya kangen."
Boleh, aku ditelan bumi saat ini juga? Atau mungkin ada yang mau menampar pipi ku? satu-dua tamparan tidak akan terlalu sakit.
"Maaf baru hadir, Pak. Saya kemarin-kemarin harus ke kantor pusat."
Mempertahankan suaraku tetap tegar pun tak sanggup.Tatapannya, masih menusuk.
***
Cangkir kopi ini tetap menjadi saksi yang siap bisu. Ketika kami membicarakan segala hal. Aku suka cara dia bercerita. Atau cara dia menatap. Atau sarkasme tidak penting yang mungkin kurang pas disampaikan padaku. Dan ini, masih berlanjut.
Tiap detik yang memaksaku untuk menuju ruangnya, mendiskusikan macam hal yang membosankan. Aku mencari alasan? Ya. Bisa jadi. Ada magnet begitu kuat yang tidak bisa aku hindari. Berapa orang yang mempertanyakan logikaku? Entah. Jari kaki dan tanganku tak mampu menghitungnya.
Aku hampir gila. Tuhan terkadang begitu kejam. Perasaan bisa diobrak-abrik laksana meremas hancur keripik kentang.
Office Romance??? :)
BalasHapusSeptin sibuk ya, frekuensi menulisnya berkurang nih.. :(