Saya suka bekerja.
Ternyata.
Meski capek, pulang malam, banyak deadline, omelan bos, waktu main hilang.
Saya suka bekerja.
**
Tidak ada yang pernah mengatakan kepada saya, bahkan ketika jaman saya kuliah dan menjadi sarjana. Dunia kerja adalah dunia sebenarnya. Dan memang sebenarnya.
Memang ada yang mengerti beban moral atau fisik yang dialami ketika bekerja, lebih baik, selain kita, si pelaku?
Ya, tidak ada.
Hanya diri sendiri, dan Tuhan yang tahu.
Buat saya, sekarang, bekerja adalah : seberapa banyak saya bisa membuat orang lain tersenyum dengan upaya kerja saya.
Bos yang puas dengan hasil rekruitan.
User yang bisa capai target karena rekruitan saya sudah bisa produktif.
Teman-teman yang terbantu dengan saran abal-abal saya.
Ibu yang bahagia putrinya bisa 'berguna' untuk orang lain.
Nilai yang mahal.
**
Berpindah itu mudah, yang berat adalah bagaimana mempertahankan.
Bekerja dengan senyum itu susah, karena sudah bisa dipastikan ada lebih banyak aspek yang 'menyerang' seseorang untuk cemberut, menyerah, dan kalah pada keadaan.
Sialnya, and lucky me, saya rupanya tidak diberi 'kesempatan' untuk menyerah :)
**
Hari ini saya hanya mengusulkan satu hal kecil. Dan ketika hal kecil itu berdampak, rasa 'penuh' di hati yang ada.
Ceritanya, saya hanya meminta salah seorang staf untuk berinisiatif mengadakan game untuk mengisi sesi pagi yang sangat jenuh dan membosankan. Mengingat saya adalah human capital, it's not a big deal actually. Dan ketika fulfillment yang mereka rasakan begitu 'menyentuh' saya, saya senang :)
Saya mungkin tidak terlalu peduli kalau saya menyabotase sesi pagi ini dengan game, dan bukannya sekedar achievement review.
But, who care?
Tujuan saya hanya ingin menambahkan 'kebahagiaan' di ruangan saya bekerja. Sudah macam Santa, eh?
Once again, who care.
Belajar banyak adalah, setelah kamu menghabiskan begitu banyak waktu dan kesempatan dengan menangis dan meratapi, sementara ada banyak hal yang terlewat. Ada banyak yang lebih tidak beruntung.
Satu quote yang saya note sekali pagi ini :
Kebaikan itu gratis. Jadi untuk apa menjualnya secara mahal?
Karena kebaikan itu gratis, dan saya tidak punya cukup 'modal' untuk mendirikan sekolah untuk anak yatim piatu mungkin, atau mendonasikan sekian banyak dana untuk para homeless di luar sana... dan ketika saya hanya memiliki 'senyum' untuk saya bagikan. Kenapa tidak?