Tampilkan postingan dengan label bekasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bekasi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 25 Mei 2017

#viralkanhalbaik



Insomnia lagi.
Kalau kata mbak senior tukang travelling--sebut saja Mbak Agvi,

"Hape sama wifimu bikin off aja, Nduk." solusi cerdas penunda insomnia.


**


Iya, sengaja ingin membahasnya disini. Tentang viral.
Kemarin. Stasiun Klender terbakar.
Tadi. Dangerous Woman Tour nya Ariana di Manchester diteror. Bom.
Malam ini. Ada bom di Kampung Melayu.
Malam ini. Beberapa kali mengulik IG sibuk menjadi buzzer ala-ala buat proyek kantor. 

Never stop influencing. Pak Bos menulis demikian.
Kemudian ini tentang pengaruh.  Saya menelan ludah. Saat berita Kampung Melayu turun, saya sedang sibuk berkirim pesan online dengan rekan kerja. Si Ibu panik-kesal-takut.

"Apa jadinya? Tiap hari aku naik kendaraan umum karena perjalanan kantor-rumah super macet. Dan sekarang bahkan teror sudah menyebar. Bukan lagi menyasar kafe! Lama-lama Pasar! Terminal! Jalanan! Pada mikir nggak sih?!" itu bukan teks bersuara. Namun rasa takutnya menjalar sampai ke tengkuk. Saya merinding. Padahal awalnya stay cool.

Ketakutan yang sama. Suami belum pulang (tadi), ditelepon tak bisa. Sampai akhirnya iseng bilang ke rekan kerja,

"Bu, dulu suka nonton Kera Sakti?" saking mengalihkan rasa cemas. 

Betapa mudahnya rasa takut dan bahagia itu menular secara viral. Lewat media. Berebut dopamin, serotonin, adrenalin dari jumlah like, topik yang diposting. Mudah ya?


**


#viralkanhalbaik

Mungkin semua ini dimulai dari satu-dua post saja. Rasa keingintahuan manusia akan hal negatif relatif lebih besar daripada hal positif. Itu yang dijajakan media. Kesedihan, rasa iba, simpati, luka, kekecewaan. Hal-hal tipikal yang laku di pasaran, seperti kacang rebus di musim hujan.

Apakah kemudian hal baik memang berkurang peminatnya?

'Banyak, kok.' batin berbisik pelan sekali, mungkin takut kena gap logika.
'Iya, banyak. Namun masih kalah banyak dengan publikasi hal negatif.'

Alunan Banda Neira tak pernah sesendu ini.


**


"Apa yang kamu bisa?"
"Siapa, aku?"
"Iya."
"Aku... aku mungkin hanya bisa menulis."
"Jangan terlalu banyak memberi porsi pada 'mungkin'. Bisa jadi itu senjata. A lethal weapon. Kompensasi kurangmu itu ya lewat kelebihan."

Lupa siapa yang bilang. Tapi terimakasih.
Barangkali sudah puluhan orang yang unfollow gara-gara jengah bosan muak sama tulisan saya. Hahaha.


Commitment is pushing yourself when no one else is around.


Hell yeah. Damn true.


**


#viralkanhalbaik

Harus ada yang memulai, lalu bersama, dengan senjata apapun yang dimiliki. Karena musuh masakini bukan lagi sekedar kompeni.

Mari akhiri sesuatu yang sudah dimulai, dengan hal yang sama saat mengawalinya.


#prayformanchester
#prayforjakarta
#prayforeverything


Apakah aku harus lari ke hutan, belok ke pantai?
(masalahnya di Bekasi belum ketemu hutan sama pantai yang sebelahan, sih)

















Sabtu, 30 Maret 2013

Foodtographsmic




Saya mudah sekali spanneng. Untuk semua aspek kehidupan. Lalu, bagaimana cara menetralisirnya? 

Foodtographsmic

Well, itu adalah istilah konyol yang saya ciptakan.

Makanan dan foto. Food dan photography.

**

Duck-hunter.
Semenjak tinggal di Bekasi, saya agak rajin berburu bebek sebagai alternatif terapi kala stres. Kenapa bebek? Karena saya mencari sambalnya yang nampol. Dan biasanya sambal yang nampol tepat berpadu dengan bebek. Ada beberapa kasta bebek--berdasarkan kolaborasi sambal + bebek :


BEBEK H.SLAMET, Bekasi
Di urutan pertama adalah H. Slamet. Awal mula saya menggemari bebek adalah karena brand ini. Apa yang jawara? Sudah tentu adalah sambal korek nya. Bebek H. Slamet langganan saya di Bekasi adalah di M. Hasibuan, alasannya adalah karena even jam 20.00 kesana pun pasti masih ada stok bebek. Berbeda dengan di Galaxy yang selalu sold out. Menu andalan : paha atas + tahu + sambal korek 2.




BEBEK SALSABILLA, Cikarang
Urutan kedua adalah Salsabilla. Bertempat di wilayah Jababeka 2 (tepat di sebelah Bebek Pak Ndut), Salsabilla adalah sebuah tempat makan kaki lima, hampir mirip H. Slamet lah untuk rasa dan sambalnya. Menu andalan : paha atas + sambal korek + kol goreng.



BEBEK WARIS, Bekasi
Bertempat di daerah Jl Raya Pekayon 18, saya baru satu kali kesana. Dan so far, enak! Hehehe. Sambalnya rate nya masih biasa. Sayangnya, karena ramai jadi ordernya lama sekali plus tempatnya agak kotor meskipun tergolong rumah makan dengan bangunan yang bagus. Untuk menu andalan, belum bisa dijustifikasi karena baru sekali kesana, Tapi yang jelas, mendoannya patut dicoba.





BEBEK PAK NDUT,Cikarang
Hampir selevel dengan H.Slamet. Beda jenis sambal saja. Untuk Bebek Pak Ndut ini, sambalnya relatif agak manis di lidah. Menu lain yang jadi favorit saya adalah dimsum yang juga di jual disini. Enak!




BEBEK BENGIS,Bekasi
Satu area dengan Waris, Bebek Bengis juga bertempat di (depan SPBU Pertamina Pekayon). Yang juara dari tempat ini adalah kuantitasnya. Untuk harga yang hampir relatif sama dengan menu bebek kebanyakan, jumlah yang ditawarkan Bebek Bengis ini adalah menggiurkan, apalagi buat saya yang suka kalap dengan kuantitas. Hahaha. Untuk sambalnya saya tidak terlalu suka karena cenderung manis.



BEBEK ELLA, Bekasi
Masih sama-sama di daerah Pekayon, Bekasi Barat, Ella ini berbeda genre dengan rekan-rekannya. Manis-pedas-nampol. Itulah kesannya. Pedasnya bukan dari kesan pertama, namun di tengah-tengah ritual makan. Beuhhh.... meskipun manis, tapi tetap ada unsur gurihnya. Bebek Ella ini adalah bebek goreng berselimut sambal. Sambalnya memang tidak dipisah seperti bebek kebanyakan. Kalau menurut bahasa saya, sih... macam bebek balado. 



So...tetap ya, dua posisi teratas adalah Slamet dan Salsabilla. Slamet ketika saya sedang di Bekasi, dan Salsabilla ketika saya visit kerjaan di Cikarang. Hehehe. Oya, seluruh pic di atas saya ambil dari Google, karena saya suka malas kalau harus foto-foto makanan sebelum makan.

**

Entah sejak kapan, judulnya saya jadi suka narsis sama kamera. Saya tergolong orang yang cukup egois, dan lebih suka difoto daripada memfoto. Daripada mengambil shoot objek hidup seperti manusia, saya lebih suka mengambil objek lain di luar manusia. Egois ya? Biar.

Beberapa waktu yang lalu, untuk kesekian kalinya saya kembali ke Kota Tua. Tempat itu benar-benar everlasting buat take some pics. Here we go, amateur!


























After all, even hasilnya luarbiasa amatir, tetap saja ini adalah terapi pribadi. Tee-hee.