Minggu, 15 Januari 2017

L.O.V.E di Breaux Bridge





Ini bukan bar. Ini bukan gerai kedai kopi ternama. Tak ada whiskey, wine, espresso, atau cocktail. Tak ada pendingin udara hanya jendela seadanya. Makanan? Tak ada chicken katsu, tenderloin steak, atau sekedar french fries

Ini hanya warung seadanya.

L is for the way you look at me


**


Bapak pernah berjanji, kelak anaknya ini akan dibawa ke restoran cepat saji, seperti anak teman-temannya yang bekerja di kota besar. Menikmati limpahan minyak kotor dan penuh lemak seharga puluhan ribu. 'Membeli kapitalisme,' begitu kata Bapak. Saat itu aku tak benar-benar mengerti. Apa yang dapat kamu harapkan dari pemahaman anak sekian tahun ketika mendengar kata 'kapitalisme'? Hehe.

"Non, temulawaknya satu. Dengan es."

Bukan pria parlente. Hanya seorang pengunjung biasa, dengan kaos kasual dan sneaker bersih. Masih ada lipatan di celana jins nya. 

"Ubi gorengnya nggak sekalian, Mas?" aku berusaha menawarkan.

Dia menggeleng sambil membuka tudung saji eceng gondok. Favoritku. Aku membelinya dengan harga cukup murah. 

"Ini saja." dengan semangat ia menggigit bakwan yang masih panas.

"Silakan," segelas es temulawak tersaji di hadapannya.

 O is for the only one I see

Nggak pahit? Mungkin kamu mengernyit. Nyatanya tidak, ya. Ia rutin memesan es temulawak meski racikan itu bukan menu spesial di warungku ini. Lalu, apa yang spesial dari warung seadanya ini?

"Beras Kencur Madu nya satunggal, Mbak."

Aku tersenyum. Tak banyak yang memahami bahasa jawa disini. Mungkin pria ini salah satunya. Parlente kah dia? Hei hei, coba harapan akan membaca karakter pria parlente bermobil pardole (meminjam istilah teman yang nyeleneh, haha) sedikit dihempaskan ke bumi. Ini memang bukan plot penuh gaya hidup ala jetset. Maaf. Nah, masih ada waktu bagimu untuk menutup browser tab, menghemat paket data, dan kembali browsing plot cerita impian yang lain :) 

Sebut saja Bambang. Itu, si pemesan beras kencur madu. Mungkin ia adalah pengunjung sambil-lalu, pada awalnya. Sambil-lalu, karena saat itu kebetulan ia mampir di cuaca berangin yang teramat sangat, sedikit pelarian dari gerai kedai kopi favoritnya yang mendadak tutup, di seberang warung. Dan kini Bambang menjadi pengunjung cukup reguler. Seminggu dua kali. Selasa dan Sabtu. Cukup reguler, lah ya.

V is very, very extraordinary


**


"Wah, enak iki." 

Pagi ini aku tengah bereksperimen membuat kembang goyang dan kue-ku. Ada yang masih ingat? Sudah kalah pamornya memang, dari bakery-cakery yang menjamur di tiap sudut jalan. 

Ada beberapa tester yang bersedia meluangkan waktunya saat aku iseng mengirimi mereka pesan singkat,

'Jajanan lawas, anyone?'

Ada tiga-empat orang berdesakan di pawon (tak terlalu pawon sebenarnya, namun lidahku masih saja terlalu kaku untuk menyebut pantry) warung seadanya ini. Bambang dan pria penggemar pahitnya temulawak, tentu menjadi salah duanya.

"Kamu nggak pengen buka warung di ujung gedung itu, Ni? Harga sewanya rada murah. Strategis pula."

Aku meringis. Bukan cuma sekali dua kali hal ini ditanyakan. Dan rajin pula kujawab,

"Biarlah tempat ini ditemukan tanpa sengaja. Jika berjodoh pasti ketemu. Hehe."

Tenang Pak, anakmu ini akan memegang janji sampai kapanpun. 

 E is even more than anyone that you adore can


**


Warung seadanya tutup hari ini. Memang tak ada tulisan 'closed' tertera di depan pintu. Tapi siapapun yang pernah mampir kesitu pasti tahu bahwa warung ini sedang diam membisu. Tak ada suara merdu Frank Sinatra--satu-satunya penyanyi yang entah sudah berapa ratusan ribu kali single nya diputar menemani meracik jamu. 

"Tutup to?"
"Iya."

Love is all that I can give to you
Love is more than just a game for two
Two in love can make it
Take my heart and please don't break it
Love was made for me and you



**


'Nduk, bali dhisik. Bapak lara.' 

Pesan singkat kakak laki-lakiku, cukup membuat pagiku yang tenang mendadak amis, berantakan, dan berhamburan. STMJ yang sedang kuracik tumpah, beserta sebutir telur yang sedang setengah kutuang. Kalang kabut, aku kesana kemari mencari tiket penerbangan pertama ke tanah kelahiran. 

L is for the way you look at me
O is for the only one I see
V is very, very extraordinary
E is even more than anyone that you adore can



**


Breaux Bridge dipenuhi daun berguguran September itu. Hei, apa kabar Lousiana? Dan apa kabar, warung seadanya? Bambang, dan pria temulawak?

Tanah disekitarku masih menggenang becek, sisa hujan yang cukup deras. Aku menggigil. Breaux Bridge dan Gunungkidul tak jauh berbeda tentang kualitas angin. Sekali menyenggol maka bulu kuduk akan berdiri. 

"Bapak, kula pamit rumiyin nggih." 

Kali ini teman Bapak adalah setangkai bunga sedap malam.


**


Love was made for me and you
Love was made for me and you
Love was made for me and you
Love was made for me and you









Tidak ada komentar:

Posting Komentar