Senin, 11 Maret 2013

Satu kamu yang cukup



Setelah bertahun-tahun, aku baru tahu rasanya dikutuk.
Terbangun di tengah malam. Tercenung di pinggiran jalan sementara lampu hijau telah menyala dan kembali merah. Di pinggiran suatu gerai junk food.
Jatuh cinta berkali-kali.
Itu adalah kutukan.
Jatuh cinta berkali-kali, pada orang yang sama. 
Namun orang yang sama itu menyadaripun bahkan tidak.
Saatnya dilepas?

**

"Jam berapa nanti malam?"
"Hmm... jam delapan ya. Jemput aku?"
"Ya. Aku jemput kamu."
"Hei..."
"Ya?"
"Boleh aku minta tolong?"
"Hmm... apa?"
"Pakailah gaun favorimu, warna merah itu."

Aku diam. Waktu diam. Ini menggelikan.
Gaun itu mengikat kenangan lama, man. Patut dikebumikan.

"Oke, lupakan."

Kamu, menghela napas dan berbalik. Meski sekilas sempat kulihat segaris senyum. Senyum kecewa tepatnya. 

**

Aku menyukai euforia ini. Bau kopi. Ketenangan. Hangat. Jazz populer. Cahaya yang pas. Pastries. Cukup. Ini tidak berlebihan.

"Nyaman?"
"Hmm... ya. Terimakasih."
"Hei."
"Ya?"
"Kenangan yang sama?"
"Well... ya. Maaf."
"Aku tunggu, ya."
"Akan lama."
"Ambil waktu sebanyak yang kamu mau."
"Sangat lama."
"Tidak apa-apa."

Bau kopi. Ketenangan. Hangat. Jazz populer. Cahaya yang pas. Pastries. Cukup. Ini tidak berlebihan. 
Kamu yang berlebihan.
Perasaanku yang berlebihan.
Kenangan yang berlebihan.

**

Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. 
Terlalu senang. 
Terlalu sedih. 
Terlalu manis. 
Terlalu pahit. 
Aku mengadon adonan terlalu bersemangat. Hingga mengembang berlebihan. Dan menjadi gumpalan yang besar dan menarik, namun melempem dan kosong di dalam. Sia-sia.
Painful.

**

"Yes, I do."
Aku bahkan bisa melihat kilatan bahagia yang agak... berlebihan, di sudut matamu. Sesuatu yang lain, lagi-lagi berlebihan. Namun pada tempatnya.
"Aku--tidak perlu menunggu?"
"Tidak. Aku tahu rasanya menunggu terlalu lama itu sia-sia. Jadi, biarkan aku memperpendek waktumu.
Hanya saja..."
"Ya?"
"Bersabarlah sampai semua pecahan dan tambalan ini benar-benar sembuh, tetaplah di sampingku. Aku... hanya butuh satu orang yang berjuang. Satu kamu, itu sudah lebih dari cukup."
Satu senyum, bahkan tanpa anggukan sekalipun, sudah amat sangat pas. Tidak berlebihan.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar