Selasa, 12 Juni 2018

Halo, Ujian Kehidupan!



It takes two to tango.
Karena itu beberapa hal memang diciptakan berpasangan, kan?




"Aku besok pulang ya. Flight paling malam."
"Serius?"
"Iya."
Seharian itu aku tak bisa tenang. Rasanya seperti bahagia dan tak sabar yang bercampur. Sibuk memikirkan agenda apa yang bisa dilakukan bersama.




Kupikir, Tuhan memang selalu memiliki master-plan yang tidak dapat dibantah. Meski seringkali hambaNya ngeyel dan sok tahu, melobi ini itu.

"Kenapa begini, Tuhan?"
"Aku sudah merencanakannya, Tuhan. Kenapa mendadak terjadi~"

Iya.
Kadangkala manusia terlalu sombong untuk mengamini dahulu setiap kehendak yang melewati ujian.
Tak sanggup, katanya.
Kataku juga.




Aku berusaha menghitung,
berapa kali mencoba membantah, menangis, marah--ketika rencanaku di utak-atik oleh Tuhan?
Banyak, tak terhitung.




Pada akhirnya kita hanya akan menertawakan masa lalu,

 


menertawakan ketidakmampuan kita untuk menerima ujian di awal dulu,




mengeluh, menolak peluh.




menutup diri,




melupakan fakta bahwa Tuhan itu luarbiasa dengan ujiannya.




Ujian-ujianmu itu, berbeda dari soal matematika di ujian kelulusan sekolah menengah. Atau ujian masuk universitas bergengsi. Atau ujian lamaran beasiswa ke luar negeri.




Diam-diam,
Tuhan sudah mempersiapkan kunci jawaban di antara tanda-tanda yang tidak terlihat mata, didengar telinga, atau diucapkan lisa.
Sadar?




Selalu ada jawaban dan akhir yang baik menurutNya. Selama kamu bersetia pada upaya dan tak terputus doa.




Seperti waktu itu.




"Aku dipindahtugaskan."
"Kapan?"
"Akhir bulan."
Rasanya mengerikan. Aku sudah hampir yakin aku akan lumpuh secara mental. Bagaimana bisa aku bertanggungjawab seorang diri? Dan ribuan bagaimana-bagaimana lain. Tentu, aku ingin menyerah saat itu. Karena menyerah selalu tampak mudah, kan?




Lalu di suatu titik, aku tersadar.
"Lepaskan satu. Atau beberapa."
Rela? Belum!
Aku masih selalu bertanya kenapa, kenapa, dan kenapa. Masih terus meragukan jalan pikir Tuhan. Manusia diliputi egoisme luarbiasa, ah ya.




Pernah mendengar kisah tentang seekor monyet yang tangannya terjebak dalam kaleng dan tidak bisa keluar--ulah para pemburu--hanya karena si monyet nekat menggenggam seluruh kacang dalam kaleng--memaksa tangannya keluar sekaligus beserta seluruh kacang? Akhirnya tangannya terluka sekaligus ditangkap oleh pemburu.

Ego manusia, jika diibaratkan bisa jadi begitu.




Jangan lupa juga, dengarkan tubuhmu. 
Beberapa pertanda, kadangkala muncul dari gerakan indra.
Entah berapa kali aku mengeluh ingin pingsan. Terlepas dari apakah itu sugesti yang menjurus psikosomatis, pada akhirnya aku paham,

Berhenti. Energimu sudah nyaris terkuras. Hidup tak melulu harus berlari untuk mengejar mimpi, ya? Coba nikmati sebentar, sekelilingmu. Siapa tahu ada yang terlewat




Eh sebentar. Mengejar mimpi, atau memaksakan diri?




Sedikit-sedikit, kini aku mulai bisa berkata padamu,

"Hei, jangan khawatir. Aku sekarang lebih berdaya. Meskipun masih selambat siput."




Mari, melanjutkan perjuangan.




Tuhan Maha Adil.
Per penantian akan diganjar kenyataan. Bisa sama, bisa berbeda.
Aku pikir, itu tidak masalah.
  


Yang penting jangan menyerah.




Kan?



















It takes two to tango, right?









 
Greenhost Boutique Hotel
Jl Prawirotaman 2 No 629
Brontokusuman, Mergangsan
Yogyakarta 55153
+2 274 389 777










Tidak ada komentar:

Posting Komentar