Kamis, 29 Desember 2016

Aroma Hujan Itu Menyapa Tanah



Menyukai seseorang, terkadang menjadi demikian rumit, jika sekedar bertumpu pada keheningan dan sebidang punggung.


**


Nata tak habis pikir, kenapa jagat raya seakan berkonspirasi menemukan malam. Malam? Iya malam. Malam yang dingin, panjang, dan kelam.
Malam yang membuatnya setengah mati kesal karena harus berada jauh dari masa kecilnya.
Malam yang membuatnya teringat kepada, ah sudahlah.

Ia, bukan penggemar kopi. Atau tepatnya Nata bukan penggemar gaya hidup urban seharga sekian puluh ribu rupiah. Namun malam ini ia memaksa diri untuk menyeduh kopi. Tak neko-neko, hanya kopi sachet seharga beberapa ribu rupiah, hasil beli di warung ujung gang.

Di hadapannya terbentang sketsa pemikiran, beradu dengan sejumlah file yang terbuka sekaligus pada beberapa tab.

Konyolnya, yang muncul dalam kepala justru hal lain. Lagi. Padahal dateline di depan mata sudah (sempat) sukses mengalihkan dunia. Dan mapping agenda yang sudah ia susun sepenuh hati sejak sore tadi, pun mendadak buyar seketika.


Shit happens.


**


"Nasgor satu Bang, banyakin cabe rawit. Super pedas pokoknya!"
Si abang nasgor sudah mahfum dengan selera Nata. Nyaris per dua hari sekali tongkrongan Nata adalah di abang nasgor ujung gang ini.

Enak banget?
Tidak juga. Nata rajin mampir kesitu karena tempatnya tak terlalu ramai dan si abang nasgor adalah pendengar setia celotehan absurd Nata. Pendengar. Literally.

"Saya capek, Bang." Nata memulai. Sebenarnya lebih tepat menggumam seadanya.
"Stok waktu kita hanya duapuluhempatjam. That's it. Dan kita masih harus--kadang--mengurusi hajat hidup banyak orang. I mean, tak ada yang salah menjadi orang baik memang. Namun seringkali menjadi 'baik' ini seperti bumerang--"

Di warung tenda itu hanya ada satu pengunjung. Seorang pria sekitar awal tigapuluhan, itupun sibuk dengan earphone di telinga. Sekilas Nata mendengar nada lengkingan lagu Jaded nya Aerosmith.

Abang nasgor menceplok telur dengan cekatan, lalu menambahkan taburan bawang daun iris, membuat Nata makin merasa lapar.

"--ah, selalu ada good karma memang sih. Namun good karma hanya akan menjadi sia-sia kalau saya selalu membicarakan prosesnya yang terkesan susah, kan ya. Ehm, perspektif."

Samar-samar Jaded sudah berganti dengan Eleanor Rigby The Beatles. 

"Ini Bang. Kembaliannya ambil saja." Nata menerima kantong nasgor yang diulurkan, menukarnya dengan selembar duapuluhribuan.

Abang nasgor itu tersenyum dan mengangguk. Buru-buru, Nata menaikkan risleting jaket dan memasang hoodie di kepala. Aroma hujan mulai ditiupkan angin dari kejauhan.

Ngomong-ngomong, abang nasgor itu tuna-wicara.


**


00.10

Hujan tinggal menyisakan bau tanah segar yang tertiup angin. Sementara laptop Nata masih setengah menyala, bungkus nasi goreng tergeletak di atas meja.


Everybody's got a hungry heart
Everybody's got a hungry heart
Lay down yor money and you play your part
Everybody's got a hungry heart

Everybody needs a place to rest
Everybody wants to have a home
Don't make no difference what nobody says
Ain't nobody like to be alone
     





Sebuah pesan singkat masuk.












--Bruce Springsteen, Hungry Heart

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar