Tipe orang yang tidak terikat dengan rumah dan orang-orang di dalamnya (baca : orangtua dan adik-adik).
Itulah saya.
Dan saya kaget, mendapati saya berkaca-kaca ketika kali ini mendadak saya ingat rumah.
***
Me, 4 yo
Pertama kali saya belajar membaca. Ibu saya bukan orang yang cukup sabar dalam hal mengajari anaknya--terutama saya, pada saat itu--untuk belajar membaca. Saya cukup bandel dan malas untuk belajar membaca. Saya lebih suka nonton TV dan jejingkrakan dengan labilnya, alih-alih belajar mengeja i-en-i i-be-u be-u-bu-de-i-di. Entah karena mungkin karena kesal dan jengkel, jadilah Ibu membelikan saya buku dongeng berambar warna-warni dengan cerita-cerita beken sepanjang masa, seperti Putri Salju, Kerudung Merah, Pangeran Angsa, dan lain-lain. Saya penasaran sekali dengan cerita buku dongeng bergambar tersebut, sementara Ibu ogah mengajari saya membaca, sampai pada akhirnya saya kesal dan mulai membawa buku-buku itu ke kelas taman kanak-kanak, dan meminta teman saya untuk mengajari saya membaca.
Ulah Ibu, yang menjejali saya dengan buku dan 'memaksa' saya untuk menemukan keasyikan dengan buku, mendorong saya untuk mencintai buku dan permainan kata.
***
Me, 9 yo
Bapak, bukanlah tipe orang yang mudah mengekspresikan rasa sayang terhadap anak-anaknya. Beliau, lebih sering menunjukkan sisi kerasnya, kepada kami. Saya, adalah putrinya yang paling sering membuat perkara. Selalu bertengkar dan menjadi trouble maker. Beliau selalu membuat persyaratan untuk apapun yang saya inginkan, tidak serta merta mengiyakan.
Suatu ketika, saya sangat ingin sekali membeli novel dan komik idaman di toko buku favorit. Yah, namanya juga anak dengan duit jajan terbatas. Merengeklah saya pada Bapak. Dan Bapak bilang,
"Kamu harus ranking satu dulu, baru nanti Bapak belikan."
Saya yang malas belajar, harus terpaksa belajar keras agar bisa mengalahkan teman-teman lain. Demi apa? Demi novel dan komik impian itu.
Hari pembagian rapor tiba. Dan...saya ranking 1! Bersukacita saya menagih janji Bapak, sore itu juga, ke toko buku. Bapak, yang selalu memasang ekspresi galak dan keras, sore itu setengah mati berusaha menyembunyikan senyumnya.
***
Me, 21 yo
Saya bukan tipe kakak yang baik. Tipe kakak yang senang hati memanjakan adiknya. Saya--barangkali mewarisi sifat keras Bapak--lebih suka memasang tameng untuk berbuat terlalu manis pada kedua adik saya. Saya jarang menunjukkan afeksi, perhatian berlebih, ataupun hal lain selayaknya sebagai seorang kakak. Yah, saya akui, saya bukan kakak yang baik. Tapi mereka, kedua adik saya, adalah adik yang baik. Yang selalu rajin menanyakan kabar kakak nya, kesal ketika waktu saya di Jogja ketika pulang cuti justru habis untuk pacar dan teman-teman, dan bisa lebih bijak daripada saya. Mereka bukan tipe adik yang sangat patuh, terlalu penuh dengan sopan santun, ataupun terkenal sekali di sekolah mereka. Tapi mereka adik terbaik bagi saya.
***
Malam ini, saya begitu rindu rumah. Rindu Bapak, rindu Ibu, rindu kedua adik saya. Saya rindu tempe garit, sayur asem, sambel trasi, nasi panas Ibu. Rindu Bapak yang selalu tampak tidak peduli namun justru paling kepikiran ketika saya jauh dari rumah. Rindu bertengkar dengan kedua adik saya gara-gara masalah kecil.
Ini, bukanlah keluarga sesempurna dongeng ataupun sinetron, yang berlimpah dengan materi ataupun afeksi yang sangat terbingkai mata. Namun, bagi saya...ini adalah keluarga terbaik yang membesarkan saya hingga saya bisa menghadapi hidup seperti sekarang.
Me love them :')
I love you, dear home
Rindu yang teramat sangat, kepada keluarga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar