Sabtu, 03 Maret 2012

Kisah Klasik yang Esensial



Apakah saya peduli ketika orang lain tak bisa memahami apa yang saya ungkapkan disini?
Tidak pernah.
Karena saya menulis hanya untuk kepuasan saya, bukan mereka.
Apakah ini ego-idealisme-independen anak kemarin sore dalam berolahkata?
Apapun.

***

970 hari.

Pernahkah kamu, dalam suatu malam, terbangun dalam kondisi luarbiasa ketakutan, kecemasan berlebih, dengan keringat dingin mengalir sebesar biji jagung?
Aku pernah.
Menggapai dalam kegelapan, menekan satu nomor yang kamu hapal luar kepala melebihi tanggal lahir rekan terdekat.
Apa yang kamu harapkan?
Hanya satu kata,

Halo.

Dan kamu tahu semua situasi aman terkendali. Kamu merasa memiliki malaikat penjaga, sekuriti terlatih khusus. Di hatimu.

***

970 hari.

Kehidupan seperti apa yang akan menanti kita di ujung sana?
Tak ada yang pasti seperti apakah ujung perjalanan ini. Aku hanya sibuk menduga dan menerka, jalinan benang mana dan hasil rajutan seperti apa. Ini melebihi batas logika, ketika kamu mampir dalam sesi shopping di mall, berhenti di sebuah furniture shop--sibuk memandangi kusen perabot dapur, tempat tidur anak yang ergonomis, almari klasik yang menggoda, ataupun sofa empuk yang tampak hangat di musim penghujan--atau toko perlengkapan bayi, merasakan tekstur dan detail baju bayi, memainkan baby walker.
Ini adalah sindrom. Sindrom 970 hari menjelang 1095 hari dan ribuan hari setelahnya. Keinginan yang mengendap dan... menjadi #obsesi?

***

970 hari.

Ini dan itu. Ada begitu banyak yang aku pikirkan hari ini. Dan tetap saja ya, kamu menelusup masuk di tumpukan ruang yang sudah terkotak-kotak begitu rapat oleh meeting, ulah staff, kunci yang hilang, kerinduan pulang kampung, sambal belut yang pedas, resolusi tahun baru. Itu kamu. Selalu ada ruang, meski aku sudah bilang ketuklah pintu dulu ataupun buatlah janji. Kecil menyempil. Namun rapat menghangat.













1 komentar: