So long.
Sudah lama rasanya saya tidak nyampah disini. Apa kabar, dear blog?
Akhirnya, setelah sekian lama, ada satu hal yang menggelitik saya untuk menulis lagi, disini.
**
Hari ini adalah masa counting down sebelum pergantian tahun, sekaligus pergantian atasan. Tahun baru, bos baru.
Apa yang istimewa dari kisah ini sampai saya merasa harus menulis disini?
**
"Learn to work with people you wouldn't go to lunch with." -- Garry Marshall
Beberapa kali saya memasang status tersebut di akun jejaring sosial saya.
Beberapa kali, dan saya semakin menyadari bahwa saya mengagumi atasan saya dalam cara yang wagu.
Kenapa wagu?
Well, mungkin sangat jarang ada bawahan yang ngefans sama bosnya karena bosnya some bad habits, and so on.
Hehehe.
Tapi justru itulah yang saya pelajari dari beliau.
**
Hampir empat tahun saya mengenal si Bapak. Masih jelas sekali, pertama kali saya bertemu dengan beliau, aura yang timbul adalah 'Oh no, saya terintimidasi. May day. May day.'
'Orang ini cerdas parah.' begitu pikir saya waktu itu.
Dengan luarbiasa, saya--anak kemarin sore yang baru lulus training--harus bisa mengikuti ritme kerja beliau yang aduhai caranya. Tenggat waktu terbatas, permintaan tak terbatas, fasilitas seadanya. Ingin menangis setiap ada kesempatan rasanya. Saya tak paham cara berpikirnya, heran kenapa selalu saja ada celah kesalahan dalam segala strategi saya, dan sebagainya.
'Kenapa sih, cabang ini diberikan orang seperti ini?' lalu harakiri.
Di otak saya selalu berusaha mengkritisi cara kerja si bapak. Kenapa begini, kenapa begitu. Penuh rasanya kepala memutar otak. Sampai akhirnya, beberapa tahun berlalu. Dan makin kesini saya makin bisa memahami bagaimana cara memimpin beliau. Saya mungkin lebih seperti brand ambassador beliau, atau mungkin mirip Laskar Dumbledore-nya atasan saya ini. Ditengah orang lain sibuk meragukan dan memandang aneh si Bapak, anehnya saya selalu bisa menemukan sisi positifnya.
Apakah beliau sebaik itu dengan saya? Tidak.
Apakah beliau rajin mentraktir? Tidak
Apakah saya sering menangis curhat di depan dia? Tidak.
Apakah saya sering dipuji? Tidak.
Konyolnya, karena semua tidak-tidak diatas, saya menjadi terpacu untuk bisa mendapat satu kata pujian. Well,
bapak ini memang minim sekali pujian, banyak musuh, dan punya prinsip
yang sangat teguh. Sekilas saya jadi ingat karakter Alpha Man di suatu buku. Keras, tangguh, tak tergoyah--mirip batu karang. Dan sekali lagi, itulah yang saya pelajari.
Saya belajar bagaimanapun caranya saya harus bisa menemukan solusi, bagaimanapun kondisinya saya akan lebih keren ketika bisa melaluinya, bagaimanapun busuknya orang-orang disekitar kita--yah, tidak semua orang harus menyukai cara dan pola berpikir kita. Cadas sekali *danmendadaksayabisaberapiapisepertidifilmpearlharbour*
Saya belajar bagaimanapun caranya saya harus bisa menemukan solusi, bagaimanapun kondisinya saya akan lebih keren ketika bisa melaluinya, bagaimanapun busuknya orang-orang disekitar kita--yah, tidak semua orang harus menyukai cara dan pola berpikir kita. Cadas sekali *danmendadaksayabisaberapiapisepertidifilmpearlharbour*
**
'Lebih baik berkaki satu karena pincang daripada berkaki utuh namun berduri.'
Those words are, epic.
Tulisan ini sebenarnya bukan edisi pemujaan terhadap Bos saya sih, walau terlihat seperti itu. Namun lebih mirip suatu refleksi sederhana bahwa terkadang tidak semua pemimpin yang baik itu adalah pemimpin yang hujan puja-puji, royal terhadap sesama, ataupun sesuai dengan koridor peraturan. Tidak selalu.
Bahkan, beliau adalah sedikit dari sekian banyak orang yang mugkin pada awalnya saya sangat malas untuk sekedar makan siang bersama (yang mana memang tidak pernah terjadi). Hehehe.
Anw, selamat bertugas di tempat yang baru, Pak. Terimakasih untuk mengajari saya menjadi baik tanpa perlu bersikap terlalu baik. Semoga kesuksesan dan kebahagiaan menyertaimu. Amin.
Wanna have any lunch, Sir ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar