"Punya nomor A?"
"Aduh, nggak eh. Cuma punya pin BB nya aja."
"Pengen beli kartu lebaran, deh."
"Ngapain, broadcast saja sih. Praktis."
"Saya ingin membuat tools kit versi cetaknya."
"Wah, jangan. Nanti kita kembangkan saja versi online nya."
Hemat.
Nyaman di kantong, jauh di hati.
**
Saya mendadak teringat. Bertahun lalu saya sibuk berkutat mencari gambar yang lucu namun mengena untuk kartu lebaran saya. Beberapa tahun belakangnya lagi saya membuatnya. Beberapa tahun saya di sekolah dasar saya malah membuatnya untuk dijual.
Saya mendadak teringat, kilasan adegan di film Up in the Air. Yang pada saat saya menontonnya pertama kali, chemistry saya pun tidak terlalu mendalam. Dan kini saya merasakannya.
"Natalie, what is it you think we do here?"
"We prepare the newly unemployed for the emotional and physical hurdles of job hunting, while minimizing legal blow-back."
"That's what we're selling. It's not what we're doing"
"Okay, what are we doing?"
"We are here to make limbo tolerable, to ferry wounded souls across the river of dread until the point we hope is dimly visible. And then stop the boat, shove them in the water and make them swim."
Bukan, bukan perkara kalah bersaing dengan teknologi. Tidak, tidak. Ada yang lebih penting daripada teknologi. Interaksi.
Teknologi, bisa saja secepat jet tempur. Namun kecepatan itu tak akan pernah menggantikan personal touch.
Ya, personal touch in every aspect in your life.
Lebaran tahun ini saya akan mencoba mengirimkan kartu Lebaran lagi. Semoga istiqomah dan tidak terdistraksi dengan mudahnya teknologi.
Lebaran tahun ini saya akan mencoba mengirimkan kartu Lebaran lagi. Semoga istiqomah dan tidak terdistraksi dengan mudahnya teknologi.