Jumat, 30 Januari 2015

An essential thing in life





Menjadi tidak peduli itu mudah, tapi menjadi peduli butuh effort luarbiasa.


**


Ada satu author yang sangat saya kagumi, bahkan sejak buku pertamanya rilis di publik. 




taken from Google


Rene Suhardono. 

Buku- bukunya terkadang memang cukup 'idealis'. Idealis dalam tanda kutip, karena idealisme itu faktanya cukup menampar saya berkali-kali. Dan bila dibaca dalam keadaan rapuh karena tekanan kerja, bisa dipastikan buku ini seakan mendorong gerakan eksodus dari pekerjaan yang sekarang. Pathetic. Hehe.

Terlepas dari spelukasi terhipnotis, saya pribadi sangat suka dengan pola pikirnya dan hasratnya untuk 'change the world' dari skala terkecil, diri sendiri. Bukan lagi perkara apa passion mu, apakah pekerjaan sekarang sudah cocok atau tidak, perusahaan sekarang sudah memfasilitasi 'kemerdekaan' berkembang atau belum, atau alasan klise dan cere seperti masalah gaji tidak sesuai, bos tidak asyik, so on.

Tidak munafik, itu kebutuhan yang cukup mendasar untuk diperhatikan. Tapi, tetap saja, rasa-rasanya ada hal lebih dari itu.
Membaca bergantian buku-bukunya semakin mengingatkan saya tentang arti berkarya. Tidak hanya berkarya untuk pribadi atau sekedar make some profits dari karya itu, tapi lebih kepada berkarya untuk berkontribusi. Minimal dengan membaca buku-bukunya saya bisa tertantang untuk lebih dari sekedar mengeluh, mencaci, dan memaki keadaan. 



**




 taken from Google



"Adain acara yuk, biar kantor ini seru!"
"Ah, nggak usah lah ya, bos nya juga nggak care."

"Ikutan kegiatan ini yuk, biar cabang kita eksis."
"Ah, ribet ah, males ngurusinnya."

Dan sederet ah-ah lain. Menjadi berbeda, bersemangat, dan berkontribusi terkadang menjadi benar-benar diperumit oleh keadaan, lingkungan, dan peers. Dan bukan sekali dua kali, beberapa orang yang tadinya berapi-api dan cukup ekstrovert mendadak terpaksa masuk kembali ke cangkangnya. Ya, dipaksa oleh keadaan.


 **


Ada satu materi kuliah psikologi saya jaman jadul yang baru saya ngeh ketika bekerja. Teori hirarki kebutuhan manusia. Kebutuhan tertinggi manusia sejatinya adalah pengembangan diri atau aktualisasi diri. Membaca buku Rene yang sangat menggarisbawahi passion, passion, dan passion, yah--ternyata sangat sejalan dengan teori Bapak Maslow itu. Saat kuliah, istilah 'aktualisasi' sebenarnya sangat far away dari otak saya. Dan kini saya baru ngeh dengan arti aktualisasi ini.

Setiap orang butuh eksis, bukan ala-ala selfie
Setiap orang butuh berkembang secara IQ, EQ, dan SQ
Setiap orang butuh wadah dan mentor untuk bisa mengembangkan diri

Setiap orang, termasuk saya, terkadang terjebak diantara keinginan yang sangat kuat dan menggebu untuk bisa berkontribusi dan berkarya dan berguna menciptakan sedikit perubahan (dan terkadang terkesan sok suci, munafik, pahlawan kesiangan, banci tampil, cari muka, menjilat, dan sederet label negatif lain), tapi terkadang terdesak oleh lingkungan mayoritas. 

Dan benar,


Birds of a feather flock together.

Akan lebih mudah jika ada partner dengan kesamaan visi, misi, slogan, doktrin, ataupun passion yang serupa. Akan lebih mudah ketika suatu ide bisa digagas secara tepat dan pada porsinya. Selalu tidak mudah sendirian di tengah kerumunan. Selalu ada tantangan menjadi hijau di kerumunan berwarna merah. Susah, tapi selalu ada harapan. Dan sampai pada titik ini, rasanya benar-benar seperti sudah sangat di ujung tanduk. Pada akhinya, ternyata saya baru sadar saya PUNYA yang namanya kebutuhan akan aktualisasi diri. dan ketika itu tidak terfasilitasi, tidak tertampung dengan baik, atau minimal tertanggapi dengan baik, rasanya sangat menyebalkan. 

Yah, it's sucks

Karena lebih lanjut, aktulisasi diri tidak melulu kamu resign dari suatu pekerjaan, membuat usaha sendiri, dan sebagainya dan sebagainya (well, sometimes 'make-your-own-path-by-yourself' rule sounds tempting :p). 

Aktualisasi adalah bagaimana kamu akan berkembang dan mau belajar berkembang, di situasi dan lingkungan manapun. Yah meski setiap orang bebas menentukan di media seperti apa mereka ingin dan akan berkembang, indeed

IMO, Aktualisasi juga bukan melulu mempertanyakan dan mendebat ketiadaan mentor atau wadah, sih. Terkadang dengan at least mencoba untuk berkontribusi kamu juga bisa belajar mengembangkan diri.

Ya, aktualisasi memang sangat esensial. Tapi lebih esensial lagi cara dalam mencapainya. No pain, no gain




thx Rene Suhardono, your words really an always make my day









Jumat, 23 Januari 2015

Do somethin



Do something. 

** 

Beberapa orang terkadang baru menyadari karakter lain dirinya ketika tertekan. Termasuk saya. Akhir-akhir ini saya mudah terbakar berapi-api oleh oranglain. Tepatnya oleh pencapaian orang lain. Bukan pencapaian secara materi, namun lebih ke eksistensi diri. Yayaya. Saya ingin eksis. Eksis dalam apa yang menjadi minat saya. Gemas sekali rasanya melihat orang lain 'sukses' dalam membudidayakan eksistensi. Lalu bagaimana cara? Kepala saya kian sering berkerut memikirkan ini tiap harinya. 

** 

Teman saya bernama Aichiro. Kami biasa memanggilnya Chiro. Dulu kami mengenalnya sebagai seorang teman SD yang cukup nakal, terlalu aktif, dan jago matematika. Kini, namanya familiar dengan Indonesia Mengajar, Anies Baswedan, founder Sabangmerauke.org, student exchange Belgia, dan sederet prestasi lainnya. Bahkan menulis satu buku. Ya, saya iri secara positif. 

** 

Buku itu berjudul Stargirl. Tokoh utamanya adalah ABG wanita bernama Stargirl. Karakter yang sangat menonjol dengan segala polapikir, perasaan, dan kebiasaan. Bahwa berbuat baik itu adalah kebahagiaan. Bahwa berbuat baik itu bisa sangat sederhana, sesederhana ucapan terimakasih. Bahwa memiliki tujuan untuk membahagiakan orang lain bisa jadi adalah tiket utama menjadi bahagia. Truk makan siang silver dimanapun kamu berada, selalu menginspirasi. 

** 

Bob Sadino. Beliau berpulang belum lama. Dan cara yang nyentrik dalam berbisnisnya sangat menyentuh pikiran saya : Bisnis bukan dipikir, tapi dijalankan! Persetan tanpa modal, tanpa sumberdaya, niat adalah modal terbesar. 

** 

Hmm, terlalu banyak inspirasi. Kini cita-cita saya benar-benar diujung tanduk untuk diwujudkan. Dan harus berwujud! Mbuh piye carane, pokoke gasrukke wae! 




Rabu, 21 Januari 2015

Absurd



  

**
Terkadang ya, bentuk emosi itu seperti celah di dinding yang merembes ketika musim penghujan turun dan lupa dilapisi lapisan anti air.

**





Selasa, 13 Januari 2015

Let it fall


Inisialnya J.

Hampir setiap hari aku melihatnya menunggu lampu lalulintas beranjak menjadi warna kuning, kemudian hijau. Lalu dengan bersemangat ia akan mengayuh sepedanya, seakan masa depan tidak lagi ada.

Melihatnya seperti suntikan semangat baru, suatu perasaan nyaman yang seakan menegaskan : semua akan baik-baik saja.


**

Perempatan ini hanya memiliki sekian puluh detik berwarna merah, sebelum akhirnya berubah. 
Kadang, sedikit berharap warna merah ini berlangsung selamanya.
  

I thought that time was on our side
Ive put in far too many years to let this pass us by



Hari ini, sepotong hoodie merah marun membalut badannya. Sebuah pin U2 tersemat di bagian belakang tas yang warnanya memudar karena kena panas dan hujan silih berganti.

**

Ini adalah setengah jam tersunyi seumur hidup. 
Hanya ada sejumlah pikiran yang tak henti-hentinya berspekulasi di dalam otak. Udara dingin... ah, mungkin sudah menguap beberapa belas menit lalu, tertutup rasa gugup.

Kamu, ya kamu. Kamu yang biasanya hanya menjadi dia di persimpangan jalan, kini mendadak menjelma menjadi kamu. Ya, kamu. Kamu yang sejarak sekian puluh sentimeter di sebelah kanan.  



 And I dont know if its me or you
But I can see the skies are changing
No longer shades of blue
I dont know which way its gonna go



Hujan, bisa lebih lama bertahan?

**

Langit masih gelap karena mendung. Beberapa hari ini lampu merah di perempatan ini mati. Mungkin rusak. Mungkin tersambar petir. Atau mungkin, mungkin-mungkin yang lain.

"Hei, ayo pulang."

Hoodie merah nya tampak berbercak tetesan hujan. 

Let it fall, let it fall, let it fall
Please don't stop the rain